Hari ini hari kedua puluh tiga Ramadan.
Dan ternyata sudah tiga kali Ramadan aku sibukkan diriku di perantauan ini. Meninggalkan Bapak dan Ibu, untuk katanya meraih cita. Aku memang tak benar-benar meninggalkan mereka, aku masih sangat sering berkunjung. Dan hingga kini, rasanya masih sama, aku belum benar-benar mandiri.
Aku masih sering pulang saat ada masalah. Berjalan di perantauan tak mudah bagiku, Kawan. Banyak kerikil, bahkan mungkin ada ranjau tak terlihat saat aku menapaki tanahnya. Aku pulang, bukan bermaksud untuk lari dari masalah. Tapi aku ingin sejenak saja lupa.
Bukan sekali dua kali aku menolak telepon dari orang rantau saat aku sedang di rumah. Bukan sekali dua kali juga aku tiba-tiba menangis di rumah, teringat masalah di perantauan yang ingin aku tinggalkan sejenak. Sampai tangisnya diketahui oleh Ibu.
Ibu, pulang saja cukup bagiku, masalahku terasa lebih rumit daripada bertengkar dengan Adik setiap pulang ke rumah.
Kalau aku tak ingin mengangkat telepon, artinya aku ingin lupa sejenak. Bukan lari dari masalah, tapi biar mereka yang menunggu hingga aku siap kembali. Lalu jika aku tiba-tiba menangis, aku belum berhasil untuk sejenak lupa dengan masalahku. Tapi, jangan buat aku bercerita, itu akan membuatku semakin ingat. Pulang saja cukup bagiku, tak perlu bercerita. Mengganti suasana kelam menjadi sedikit berwarna.
CUPLIKAN BERJALAN DI PERANTAUAN
Penulis
Ina Irianto
Penyunting
Tim Ellunar Publisher
Penata Letak
Niken Hapsari Cahyarini
Pendesain Sampul
Hanung Norenza Putra
Bandung; Ellunar, 2018
vii+154hlm., 14.8 x 21 cm
ISBN: 978-602-5778-26-1
Cetakan pertama, Mei 2018
Harga
Rp50.000