Cello membungkuk, mengambil bola yang ada di depan Bita lalu segera berbalik tanpa mengucap sepatah kata pun. Tapi Bita tak kehilangan akal. Gadis itu buru-buru berlari mendahului Cello lalu berhenti tepat di depannya. Ia sudah tidak peduli akan pandangan orang-orang di sana. Yang ia mau sekarang adalah mendapatkan kata maaf dari Cello.
Bita mencoba menjelaskan kesalahpahaman yang terjadi meskipun sesekali harus terpotong karena isakan kecilnya. Namun, Cello lebih memercayai perkataan Acha—orang yang pernah meninggalkannya dan selalu ia banding-bandingkan dengan Bita—bahwa Bitalah yang menyebabkan Bertha, saudara kembar Cello, celaka dan koma di rumah sakit.
Bita berteriak marah. Ia mengatakan bahwa Acha hanyalah cewek ular yang tidak pantas didengarkan. Suasana di lapangan basket itu menjadi semakin panas. Semua diam ingin menyimak apa yang sedang terjadi di sana.
Cello balik membentak Bita, merasa ia menuduh Acha tanpa bisa memberikan bukti. Ia mengatakan kata yang paling menyakitkan yang bisa Bita dengar saat ini. Tepat saat ucapan Cello berhenti, suara tamparan yang begitu nyaring langsung berdentum di antara dua manusia itu.
"Lo nyakitin gue, tapi gue masih berjuang untuk selalu ada di sisi lo. Mau lo susah atau senang. Tapi setelah ini, gue gak yakin harus terus ngerendahin harga diri gue sendiri demi seorang brengsek kaya elo!"
Itu adalah kata terakhir yang didengar Cello, sebelum Bita akhirnya berbalik dan berjalan meninggalkannya. Cello memperhatikan punggung Bita yang semakin menjauh. Entah hanya perasaannya saja atau memang ini yang sebenarnya ia rasakan: Cello merasa ada yang hilang dalam dirinya.
Penulis
Firyalsha
Penyunting
Nisaul Lauziah Safitri
Penata Letak
Niken Hapsari Cahyarini
Pendesain Sampul
Hanung Norenza Putra
Bandung; Ellunar, 2018
vii+337hlm., 14.8 x 21 cm
ISBN: 978-602-5514-82-1
Cetakan pertama, Maret 2018
Harga
Rp67.000 (FREE BOOKMARK)