Di
sanalah asal suara Gayageum berasal. Suara itu semakin lama semakin
menghilang ketika mata dengan iris merah si gadis terbuka, bersama bibir
yang tersungging membentuk senyum simetris. Ia berlari. Ia merasa
bebas.
Ia menjejakkan kaki di sini, di festival lampion teratai di
Jalan Jongno tepat di hari ketiga, hari terakhir festival tradisional
yang sudah ada sejak kerajaan Dinasti Goryeo. Malam inilah acara
pelepasan lampion, beterbangan dan melayang mengikuti angin yang
mengatur jalur mereka.
“Aroma bunga teratai,” ujar si gadis kembali
mengendus aroma si lelaki, aroma yang menimbulkan efek ketenangan dan
rasa nyaman. Sedangkan lelaki itu sudah hampir puluhan kali
mengendalikan detak jantung yang tak menurut sambil menelan ludahnya
gusar.
—Mythology Creature
“Tidak, Hyuk Jae. Aku bisa
membawanya, lagipula kan kau membawa banyak belanjaan. Membawa sebanyak
itu saja kau terlihat sangat kerepotan, mau ditambah pula dengan
belanjaan ini? Hah, yang ada semua tulangmu patah.” Ae Rin mengeluarkan
lidahnya. Ah, gadis itu mengejekku.
“Kau pikir kekasihmu ini
seorang laki-laki lemah? Aku masih muda Ae Rin, tenagaku masih kuat dan
lihatlah dirimu, kau wanita tak berdaya kuat, membawa belanjaan itu saja
sudah membuat jalanmu terhuyung.”
Aku melihat Ae Rin yang kini
hanya tersenyum tipis. Apa aku melakukan kesalahan? Lagi? Kenapa
senyuman itu semakin lama semakin memudar?
“Hyuk Jae, apa kau benar-benar jadi pindah ke London lusa?” tanya Ae Rin tiba-tiba.
Aku hanya menghela napasku.
—The Last One
Penulis
Safira Amalia dan Dini Islami S.
Penyunting dan Penata Letak
Tim Ellunar Publisher
Perancang Sampul
Nurul Hasanah Nasution
Bandung; Ellunar, 2015
viii + 376hlm., 14.8 x 21 cm
ISBN: 978-602-0805-15-3
HARGA: Rp61.000